Selasa, 10 Juli 2018

Novel Summer Breeze By : Orizuka


That Summer Breeze By : Orizuka

Sinopsis;
Bitter Beginning "RES! Bisa lo berhenti nyetel musik nggak keruan kayak gini?" sahut Orion dari luar kamar Ares. Ares tidak menggerakkan satu pun anggota tubuhnya untuk menuruti permintaan Orion. 'Saint Anger' masih berkumandang di kamarnya dengan volume maksimal. Orion menggedor-gedor pintu kamar Ares dengan sekuat tenaga. "Res! Gue lagi belajar nih!" serunya lagi. Ares memutar bola matanya, tapi tetap tak melakukan apa pun. Ares memejamkan matanya lagi sambil menggerak-gerakkan tangannya sesuai irama drum. "RES!" teriak Orion bersamaan dengan terbukanya pintu dengan paksa. Ares melirik kesal ke arah Orino. Orion menghela napas sebentar, lalu berjalan kaku ke arah tape dan menekan tombol stop. Seketika ruangan menjadi sepi. Ares bangkit dan terduduk di tempat tidurnya. "Lo tau, yg kata lo musik nggak keruan itu Metallica. Dan gue masih nggak ngerti, kalo ada cowok yg nggak bisa ngerti musiknya Metallica," kata Ares sengit. "Oh, gue jelas2 bisa ngerti musiknya Korn kalo dipasangnya sesuai batas ambang pendengaran manusia," balas Orion dengan tangan terlipat di dadanya. "Alah, nggak usah bokis deh lo. Kayak lo bisa aja ngebedain Korn sama P.O.D." Ares bangkit dari tempat tidurnya dan mulai mencari handuk. Orion memerhatikan saudara kembarnya sesaat. "Gue bisa liat dengan jelas masa depan lo," katanya setelah melihat Ares yg tak kunjung menemukan handuknya. "Maksud gue, liat aja tempat ini. Tempat ini bahkan nggak pantes dibilang kamar. Kandang sapi masih lebih pantes dapet penghargaan dekorasi." Orion menendang handuk yg sedari tadi berada tepat di depan kakinya. Handuk itu mendarat mulus di kepala Ares. "Gue juga bisa liat masa depan lo," kata Ares dingin sambil beranjak keluar kamarnya. 
"Atlet hebat, penerima beasiswa, cowok populer di kampus... Ups, itu bukan masa depan ya? Cuma sayangnya, lo pernah salah ngebedain Marilyn Manson sama Marilyn Monroe..." Orion menatap masam kakak kembarnya yg keluar tanpa memandangnya, lalu kembali menatap kamar yg dipenuhi segala macam barang milik Ares. Dindingnya sudah tak terlihat lagi warna aslinya, karna sudah penuh ditempeli poster2 bintang2 rock dan alternative mulai dari Kurt Cobain, Queen, sampai Metallica. Lantainya pun bernasib serupa. Baju2 kotor -atau bersih, Orion tak bisa membedakannya- bercampur baur di sana dengan segala macam CD bertebaran di atasnya. Orion menghela napas sebentar, lalu memutuskan untuk pergi dari kamar itu, karna aura2 yg dikeluarkan poster2 itu membuat Orion tidak nyaman. Tapi beberapa langkah sebelum mencapai pintu, kakinya menyandung sebuah travo. "Sialan!" umpat Orion sambil memegangi jempolnya yg nyut-nyutan, lalu menatap ingin tahu ke arah benda yg tadi menghalanginya. "Travo!" keluhnya kesal. "Travo di tengah jalan!" sahutnya lagi sambil menendannya dengan sekuat tenaga. Tentu saja, travo itu tak bergerak dari tempatnya semula dan sekarang jempolnya terasa luar biasa sakit. "Awas kalian semua!" kutuk Orion kepada kamar Ares dan semua barang yg ada di dalamnya, lalu dengan langkah berjingkat dia keluar dari sana. "Res, nggak kuliah?" tanya Ibu begitu Ares keluar dari kamar mandi. "Nggak," jawab Ares singkat, lalu duduk di sofa. Tangannya sibuk memindah-mindahkan channel dengan remote. "Oh, tapi kok barusan Orion berangkat kuliah ya?" tanya Ibu heran. "Bu," tukas Ares kesal. "Aku sama Orion kan beda jurusan. 
Nggak mungkin lah jadwal kuliahnya bareng." "Oh, iya ya. Ibu pikir kamu sama Orion sejurusan," kata Ibu lagi sambil mengaduk adonan kue. "Makanya kasih perhatian dikit," gumam Ares. "Udah mau dua taun kuliah, juga." "Apa, Res?" Ibu tak mendengar perkataan Ares karna suara putaran mixer. "Bukan apa2. Nggak penting." Ares mematikan TV, lalu bergerak ke arah kamarnya. "Res, kamarnya diberesin dong," kata Ibu sebelum Ares sempat menutup pintu. "Kamu nih males banget. Liat tuh kamarnya Orion. Rapi, bersih..." "Kayak kamar perempuan," sambar Ares. Ibu berhenti mengaduk adonan, lalu mengernyit kepada Ares. "Kejantanan cowok bukan diukur dari keadaan kamarnya," katanya serius. "Ha-ha," Ares menanggapi dingin komentar Ibu, lalu masuk ke kamar. Dia melangkahi travo-nya yg melintang, menggapai gitarnya, lalu duduk di pinggir jendela. Kejantanan seorang cowok tidak dilihat dari keadaan kamarnya. Yg benar saja, pikir Ares sambil mendengus. Kalau kamar cowok itu bersih, tidak ada satu poster pun, yg ada hanya foto-fotonya bersama piala2 dan medali-medalinya, dengan banyak CD Glenn Fredly atau Josh Groban di atas meja, jelas2 kejantanannya patut dipertanyakan. Juga bisa dipastikan kalau pemilik kamar tersebut memiliki kadar kenarsisan yg sangat tinggi. Ares mulai memainkan lagu kebangsaannya. 'Creep' milik Radiohead. 'But I'm a creep, I'm a weirdo. What the hell am I doing here? I don't belong here.' "Hai Ri!" Orion mencari sumber suara itu. Dia berbalik, dan mendapati Lala sedang berlari-lari kecil ke arahnya dengan riang. Orion tersenyum kepadanya. Lala masih belum berubah sejak Orion memutuskan hubungan dengannya. "Hei," sapa Orion. Lala menatap Orion dengan mata bulatnya. Orion lantas mengalihkan pandangannya, karna kenyataannya dia masih tidak bisa menahan keinginan untuk memeluk Lala setiap kali melihat sepasang mata yg bersinar itu. "Kenapa lo?" tanya Lala. "Lesu amat." "O ya?" Orion tertawa kecil. Lala mengangguk, lalu mulai berjalan. 
Orion mengikutinya. Mereka mengambil jurusan yg sama, dan juga kelas yg sama. "Kenapa? Marahan lagi sama Ares?" tanya Lala lagi. Mendengar pertanyaan Lala, Orion mendengus. "Kapan sih gue pernah nggak marahan sama dia?" Lala menatapnya dengan pandangan serius. "La, gue kan pernah bilang, kalo gue sama Ares itu udah ditakdirkan nggak bisa baikan. Kita malah udah berantem sejak masih di perut. Tendang-tendangan," kata Orion lagi. Lala terbahak saat mendengarnya. "Hiperbolis lo," sahutnya sambil mendorong Orion. "Serius," Orion balas mendorongnya. "Udah deh," kata Lala setelah pulih dari gelinya. "Bilang aja lo sayang sama Ares. Kata orang, benci itu artinya peduli. Peduli itu artinya sayang." "Kata siapa tuh?" Orion mengetuk kepala Lala pelan. Lala hanya mengedikkan bahu sambil melirik penuh arti kepada Orion. Orion menghela napas, lalu berhenti berjalan. Dia memegang kedua pundak Lala dan menatapnya lekat2. "La, kalo ada orang yg paling gue benci di dunia ini, itu udah pasti Ares."

Detail Buku:
Judul         : Summer Breeze
Penulis      : Orizuka
Penerbit     : -
ISBN         : -
Tebal         : -
Download      : Google Drive


Tidak ada komentar:

Posting Komentar