Indonesia
Novel Summer Breeze By : Orizuka
Sinopsis;
Bitter Beginning "RES! Bisa lo berhenti nyetel musik nggak
keruan kayak gini?" sahut Orion dari luar kamar Ares. Ares tidak
menggerakkan satu pun anggota tubuhnya untuk menuruti permintaan Orion. 'Saint
Anger' masih berkumandang di kamarnya dengan volume maksimal. Orion
menggedor-gedor pintu kamar Ares dengan sekuat tenaga. "Res! Gue lagi
belajar nih!" serunya lagi. Ares memutar bola matanya, tapi tetap tak
melakukan apa pun. Ares memejamkan matanya lagi sambil menggerak-gerakkan
tangannya sesuai irama drum. "RES!" teriak Orion bersamaan dengan
terbukanya pintu dengan paksa. Ares melirik kesal ke arah Orino. Orion menghela
napas sebentar, lalu berjalan kaku ke arah tape dan menekan tombol stop.
Seketika ruangan menjadi sepi. Ares bangkit dan terduduk di tempat tidurnya.
"Lo tau, yg kata lo musik nggak keruan itu Metallica. Dan gue masih nggak
ngerti, kalo ada cowok yg nggak bisa ngerti musiknya Metallica," kata Ares
sengit. "Oh, gue jelas2 bisa ngerti musiknya Korn kalo dipasangnya sesuai
batas ambang pendengaran manusia," balas Orion dengan tangan terlipat di
dadanya. "Alah, nggak usah bokis deh lo. Kayak lo bisa aja ngebedain Korn
sama P.O.D." Ares bangkit dari tempat tidurnya dan mulai mencari handuk.
Orion memerhatikan saudara kembarnya sesaat. "Gue bisa liat dengan jelas
masa depan lo," katanya setelah melihat Ares yg tak kunjung menemukan
handuknya. "Maksud gue, liat aja tempat ini. Tempat ini bahkan nggak
pantes dibilang kamar. Kandang sapi masih lebih pantes dapet penghargaan
dekorasi." Orion menendang handuk yg sedari tadi berada tepat di depan
kakinya. Handuk itu mendarat mulus di kepala Ares. "Gue juga bisa liat
masa depan lo," kata Ares dingin sambil beranjak keluar kamarnya.
"Atlet hebat, penerima beasiswa, cowok populer di kampus... Ups, itu bukan
masa depan ya? Cuma sayangnya, lo pernah salah ngebedain Marilyn Manson sama
Marilyn Monroe..." Orion menatap masam kakak kembarnya yg keluar tanpa
memandangnya, lalu kembali menatap kamar yg dipenuhi segala macam barang milik
Ares. Dindingnya sudah tak terlihat lagi warna aslinya, karna sudah penuh
ditempeli poster2 bintang2 rock dan alternative mulai dari Kurt Cobain, Queen,
sampai Metallica. Lantainya pun bernasib serupa. Baju2 kotor -atau bersih,
Orion tak bisa membedakannya- bercampur baur di sana dengan segala macam CD
bertebaran di atasnya. Orion menghela napas sebentar, lalu memutuskan untuk
pergi dari kamar itu, karna aura2 yg dikeluarkan poster2 itu membuat Orion
tidak nyaman. Tapi beberapa langkah sebelum mencapai pintu, kakinya menyandung
sebuah travo. "Sialan!" umpat Orion sambil memegangi jempolnya yg
nyut-nyutan, lalu menatap ingin tahu ke arah benda yg tadi menghalanginya.
"Travo!" keluhnya kesal. "Travo di tengah jalan!" sahutnya
lagi sambil menendannya dengan sekuat tenaga. Tentu saja, travo itu tak
bergerak dari tempatnya semula dan sekarang jempolnya terasa luar biasa sakit.
"Awas kalian semua!" kutuk Orion kepada kamar Ares dan semua barang
yg ada di dalamnya, lalu dengan langkah berjingkat dia keluar dari sana.
"Res, nggak kuliah?" tanya Ibu begitu Ares keluar dari kamar mandi.
"Nggak," jawab Ares singkat, lalu duduk di sofa. Tangannya sibuk
memindah-mindahkan channel dengan remote. "Oh, tapi kok barusan Orion
berangkat kuliah ya?" tanya Ibu heran. "Bu," tukas Ares kesal.
"Aku sama Orion kan beda jurusan.
Nggak mungkin lah jadwal kuliahnya
bareng." "Oh, iya ya. Ibu pikir kamu sama Orion sejurusan," kata
Ibu lagi sambil mengaduk adonan kue. "Makanya kasih perhatian dikit,"
gumam Ares. "Udah mau dua taun kuliah, juga." "Apa, Res?"
Ibu tak mendengar perkataan Ares karna suara putaran mixer. "Bukan apa2.
Nggak penting." Ares mematikan TV, lalu bergerak ke arah kamarnya.
"Res, kamarnya diberesin dong," kata Ibu sebelum Ares sempat menutup
pintu. "Kamu nih males banget. Liat tuh kamarnya Orion. Rapi,
bersih..." "Kayak kamar perempuan," sambar Ares. Ibu berhenti
mengaduk adonan, lalu mengernyit kepada Ares. "Kejantanan cowok bukan
diukur dari keadaan kamarnya," katanya serius. "Ha-ha," Ares
menanggapi dingin komentar Ibu, lalu masuk ke kamar. Dia melangkahi travo-nya
yg melintang, menggapai gitarnya, lalu duduk di pinggir jendela. Kejantanan
seorang cowok tidak dilihat dari keadaan kamarnya. Yg benar saja, pikir Ares
sambil mendengus. Kalau kamar cowok itu bersih, tidak ada satu poster pun, yg
ada hanya foto-fotonya bersama piala2 dan medali-medalinya, dengan banyak CD
Glenn Fredly atau Josh Groban di atas meja, jelas2 kejantanannya patut
dipertanyakan. Juga bisa dipastikan kalau pemilik kamar tersebut memiliki kadar
kenarsisan yg sangat tinggi. Ares mulai memainkan lagu kebangsaannya. 'Creep'
milik Radiohead. 'But I'm a creep, I'm a weirdo. What the hell am I doing here?
I don't belong here.' "Hai Ri!" Orion mencari sumber suara itu. Dia
berbalik, dan mendapati Lala sedang berlari-lari kecil ke arahnya dengan riang.
Orion tersenyum kepadanya. Lala masih belum berubah sejak Orion memutuskan
hubungan dengannya. "Hei," sapa Orion. Lala menatap Orion dengan mata
bulatnya. Orion lantas mengalihkan pandangannya, karna kenyataannya dia masih
tidak bisa menahan keinginan untuk memeluk Lala setiap kali melihat sepasang
mata yg bersinar itu. "Kenapa lo?" tanya Lala. "Lesu amat."
"O ya?" Orion tertawa kecil. Lala mengangguk, lalu mulai berjalan.
Orion mengikutinya. Mereka mengambil jurusan yg sama, dan juga kelas yg sama.
"Kenapa? Marahan lagi sama Ares?" tanya Lala lagi. Mendengar
pertanyaan Lala, Orion mendengus. "Kapan sih gue pernah nggak marahan sama
dia?" Lala menatapnya dengan pandangan serius. "La, gue kan pernah
bilang, kalo gue sama Ares itu udah ditakdirkan nggak bisa baikan. Kita malah
udah berantem sejak masih di perut. Tendang-tendangan," kata Orion lagi.
Lala terbahak saat mendengarnya. "Hiperbolis lo," sahutnya sambil
mendorong Orion. "Serius," Orion balas mendorongnya. "Udah
deh," kata Lala setelah pulih dari gelinya. "Bilang aja lo sayang
sama Ares. Kata orang, benci itu artinya peduli. Peduli itu artinya
sayang." "Kata siapa tuh?" Orion mengetuk kepala Lala pelan.
Lala hanya mengedikkan bahu sambil melirik penuh arti kepada Orion. Orion
menghela napas, lalu berhenti berjalan. Dia memegang kedua pundak Lala dan menatapnya
lekat2. "La, kalo ada orang yg paling gue benci di dunia ini, itu udah
pasti Ares."
Detail Buku:
Judul :
Summer Breeze
Penulis : Orizuka
Penerbit :
-
ISBN : -
ISBN : -
Tebal :
-
Posting Komentar
0 Komentar