Kapten Crosbie keluar dari bank dengan wajah ceria.Ia baru saja
menguangkan selembar cek dan mendapatkan bahwa jumlah uang simpanannya masih sedikit
lebih banyak dari yang disangkanya semula. Kapten Crosbie kerap merasa puas
terhadap dirinya sendiri. Memang begitulah orangnya. Tubuhnya pendek gemuk,
kulit mukanya kemerahan, kumisnya kaku seperti militer. Bila sedang berjalan
sikapnya kelihatan pongah. Caranya memakai baju sembarangan dan kegemarannya
adalah membaca novel-novel manis. Namanya cukup dikenal di kalangannya. Ia
periang, baik hati, masih bujangan lagi. Tak ada yang luar biasa tentang
dirinya. Di negeri Timur orangorang semacam Crosbie jumlahnya ribuan. Crosbie
muncul di Bank Street jalan yang mendapat namanya karena banyaknya bank yang
berlokasi di sana. Keadaan di dalam bank dingin, gelap, dan lembap. Riuhnya
suara mesin tik melatarbelakangi suasana. Di luar, di sepanjang Bank Street,
panas menyengat. Debu beterbangan. Hiruk pikuk jerit dan teriakan memekakkan
telinga. Klakson mobil dan motor dibunyikan tanpa henti. Pekikan para pedagang
terdengar riuh rendah, masing-masing berusaha menawarkan jualannya. Percakapan
dan debat menggemuruh di sana-sini, bagai gerombolan musuh yang ingin saling membunuh.
Dalam kenyataannya, mereka adalah sekelompok sahabat dan kerabat dekat.
Laki-laki, remaja, dan anak-anak, tampak menjajakan segala macam barang.
Dendeng manis, jeruk, pisang, handuk, sisir, pisau cukur, aneka benda yang
ditata di atas talam, dijinjing dan ditawarkan ke sana kemari. Terdengar pula
suara menjijikkan orang yang berdahak dan meludah sembarangan, ditingkah seruan
sendu lakilaki kurus kering yang menggiring keledai dan kuda, terseok-seok di
antara arus motor dan pejalan kaki, ”Balek! Balek!” Waktu menunjukkan pukul
sebelas pagi di kota Bagdad. Kapten Crosbie menghentikan seorang anak yang berjalan
bergegas-gegas membawa setumpuk koran di tangan.
Baca juga
- Kisah-Kisah Tengah Malam by Edgar Allan Poe
- Konflik Bersejarah: Waffen SS - Pasukan Elit PengawalHitler
- Looking for Laskar Cinta by Monica Petra
Ia membeli selembar lalu membelok di sudut Bank Street dan tiba di Rashid
Street yang merupakan jalan protokol kota Bagdad, memanjang sekitar empat mil,
sejajar dengan Sungai Tigris. Bawah lengan, kemudian meneruskan langkahnya sampai kira-kira seratus
yard. Akhirnya ia berbelok ke sebuah lapangan yang luas. Tak berapa jauh dari
sana ia mendorong sebuah pintu berpapan nama tembaga kuning, yang membuka ke
sebuah kantor. Seorang karyawan muda, rapi dan berkebangsaan Irak meninggalkan
mesin tiknya. Sambil tersenyum anak muda itu menyambutnya dengan ucapan selamat
datang. ”Selamat pagi, Kapten Crosbie. Dapatkah saya Membantu Anda?” ”Tuan Dakin ada di kamarnya? Baik! Kalau begitu saya
langsung ke sana.” Ia melewati sebuah pintu, menaiki anak tangga yang curam dan
kotor, lalu mengetuk pintu. Terdengar sahutan, ”Masuk!” Sebuah ruangan
berlangit-langit tinggi dengan sedikit perabot. Ada kompor minyak dengan cerek
air terjerang di atasnya, lalu sebuah kursi rendah berbantalempuk dengan meja
kopi kecil di depannya, dan sebuah meja berukuran lebar yang sudah kusam
warnanya.
Detail Buku:
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978 - 979 - 22 - 9376 - 0
Tebal : 384 hlm
ISBN : 978 - 979 - 22 - 9376 - 0
Tebal : 384 hlm
Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam novel “ They Came To
Baghdad “, karya terbaru Agatha Christie. Untuk mendownload novel “ They
Came To Baghdad “ karya Agatha Christie silahkan klik di sini.
Terima kasih telah membaca “ They
Came To Baghdad “, untuk ebook, buku, novel dan karya menarik yang lainnya,
silahkan kunjungi di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar