Sinopsis :
I’M one of those
weird people who loves airports. There’s just something liberating yet soothing
about it. Bahkan saat aku di situ untuk terbang demi urusan bisnis, bandara itu
seperti tempat peristirahatan sementara. A temporary break from my mundane
life. Tentu nanti begitu mendarat bakal langsung sibuk dengan tumpukan pekerjaan
apa pun yang menanti, tapi sementara ini aku bisa ”parkir” dulu di sini. I
admire people who have the ability to sit still. Karena aku tidak bisa. Sudah
bertahuntahun tidak bisa. Aku harus selalu menyibukkan diri dengan sesuatu,
karena setiap aku diam, my mind would start to wonder to places I don’t want it
to wonder to.
empertanyakan makna
hidup, tujuan hidup ini sebenarnya mau ngapain, apakah aku sudah melakukan apa
yang seharusnya aku lakukan sebagai manusia pada umur segini. Rasanya seperti dikejarkejar
Ligwina Hananto yang setiap mengajar financial planning selalu bertanya,
”Tujuan lo apa?” Truth is, aku tidak tahu tujuanku apa. I have no idea where
I’m going in life. And it gets pretty scary sometimes if I let myself think
about it. Yang aku tahu hanya menjalani hidup ini one day at a time, bekerja,
makan, tidur, tertawa, ngobrol. As long as I got some jobs to do and men to do,
I’m fine. I should be fine. Walau sekarang yang bagian men-nya itu sedang musim
kemarau. Sudah setahun. So maybe I’m only half fine.
Baca juga :
Musim kok setahun
toh, nduk. A 28 year-old aimless, manless girl. Menyedihkan. Mungkin karena itu
aku suka bandara. Airport is the least aimless place in the world. Everything
about the airport is destination. Semua yang ada di bandara harus punya tujuan
dan memang punya tujuan. Bahkan tujuan itu tercantum jelas di secarik kertas.
Boarding pass. Setiap memegang boarding pass, aku merasa hidupku akhirnya punya
tujuan, walau tujuannya hanya berupa tiga huruf. CGK, SIN, ORD, TTE, HKG, LGA,
EWR, NRT. Boarding pass is my mission statement in life. Ini keren untuk jangka
pendek dipamer-pamerin di social media, tapi miris jika mengingat aku tidak
punya tujuan pulang. Tidak punya orang yang menungguku di rumah. Tidak punya
ciuman terakhir sebelum berangkat ke bandara. I don’t have that last call
before take off and the first call after
I landed. Sempat-sempatnya mengasihani diri sendiri ya, Nya. Anyway, sudah
waktunya boarding.
Detail Buku:
Judul : Critical Eleven
Penulis : Ika Natassa
Penulis : Ika Natassa
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978-602-03-1892-9
Tebal : 344 hlm
ISBN : 978-602-03-1892-9
Tebal : 344 hlm
Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam novel
“ Critical Eleven “, karya terbaru Ika Natassa. Untuk
mendownload novel “ Critical Eleven “ karya Ika Natassa silahkan klik di sini.
Terima kasih telah membaca “ Critical Eleven “, untuk ebook, buku, novel
dan karya menarik yang lainnya, silahkan kunjungi di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar