Banyak orang
mengira dia sudah mati, tapi tidak demikian halnya bagiku. Ya, aku memang
melihatnya terapung-apung di kolam itu, pucat dan bengkak, dan sama sekali
tidak mirip anak perempuan yang pernah kukenal. Aku juga hadir dalam pemakamannya,
melihatnya berbaring dengan sopan di dalam peti mati, peti yang kemudian ditutup
dengan rapat dan dikuburkan empat meter di bawah permukaan tanah. Aku melihat
banyak orang menangisinya mata-mata penuh air mata kesedihan yang kemudian berubah
marah saat menatapku. Mata-mata yang mengatakan satu hal yang sama: kau sudah
membunuhnya! Tapi itu kecelakaan! begitulah pembelaan diriku selama ini. Aku tidak
mendorongnya, dia sendiri yang jatuh ke kolam. Aku bahkan berusaha menolongnya,
hanya saja dia terlalu panik untuk menerima pertolonganku. Aku berusaha
melupakan rasa puas yang sempat memenuhi hatiku, saat melihatnya berhenti
berusaha untuk hidup. Tapi pokoknya, itu bukan salahku. Lalu ibuku bunuh diri,
meninggalkan catatan bahwa dia tidak sanggup hidup bersama anak yang sudah
membunuh anak perempuannya. Apakah ini berarti aku bukan anakmu juga, Mama?
Pikiran ini menyakitiku, siang dan malam, baik saat aku terbangun maupun di
dalam mimpiku.
Baca juga
- Kirana Cinta by Anjar Anastasia
- Kisah-Kisah Tengah Malam by Edgar Allan Poe
- Konflik Bersejarah: Waffen SS - Pasukan Elit PengawalHitler
Aku menyadari bahwa aku mulai terpisah dari dunia ini. Semua orang mengucilkanku. Ayahku bahkan membawaku tinggal di rumah terpencil di luar kota, tempat kami tidak perlu menghadapi pandangan menuduh para tetangga, teman, dan keluarga. Namun ayahku juga sangat sering meninggalkanku sendiri. Katanya dia harus
pergi ke luar kota atau luar negeri untuk bekerja. Hah, alasan! Dan pada saat aku
sendirian, dia pun muncul lagi. Tak ada yang berubah pada dirinya. Tak ada
bekas-bekas kematian yang terlihat pada dirinya. Dia tampak sama seperti dulu cantik,
menggemaskan, dan membuatku muak setengah mati. Tapi aku tahu yang lebih baik:
dia sudah mati. Yang kuhadapi ini hanyalah hantunya. Lalu kenapa ada
jejak-jejak kehidupannya di sekitarku? Susu yang hanya dihabiskan separuh.
Boneka Barbie di dalam kamarku. Rasa pedas di tanganku saat aku menamparnya. Ini
hanya berarti satu hal: dia masih hidup! Aku tidak tahu bagaimana
penjelasannya. Mungkin dia hanya berpura-pura mati saat dikuburkan. Mungkin
ayahku berusaha menyembunyikannya dariku.
Detail Buku:
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978 – 602 – 03 – 1296 – 5
Tebal : 272 hlm
ISBN : 978 – 602 – 03 – 1296 – 5
Tebal : 272 hlm
Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam novel “ Teror “, karya
terbaru Lexie Xu. Untuk mendownload novel “
Teror “ karya Lexie Xu silahkan klik di sini.
Terima kasih telah membaca “ Teror
“, untuk ebook, buku, novel dan karya menarik yang lainnya, silahkan kunjungi
di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar