BOLA sepak berwarna putih dekil itu melayang tinggi melewati pagar sebuah
rumah besar lalu mendarat entah di mana. Tak kelihatan lagi. ”Gila lu! Jauh
banget nyepaknya!” seru Dono. ”Hebat, kan?” kata Kiki bangga. ”Hebat apaan?
Ilang dah bolanya!” bentak Madi kesal. Dia pemilik bola. ”Nggak mungkin ilang.
Ada di dalam kok,” bantah Kiki. ”Tapi mana? Nggak kelihatan tuh,” kata Gilang. ”Kayaknya
tadi nyemplung di semak-semak sana itu.” Fani menunjuk ke sudut pekarangan
sebelah kiri yang rimbun dengan tanaman kembang sepatu berwarna merah. Dia,
adik Kiki, adalah satu-satunya anak perempuan di kelompoknya Mereka berlima,
para pemain bola jalanan, berderet di depan pintu gerbang sebuah rumah besar
yang tampak sepi. Kelimanya memegang pagar dengan dua tangan dan melayangkan
pandang ke segala penjuru Untuk sesaat mereka terpesona dan melupakan bola tadi.
Mereka berhadapan dengan bagian depan rumah itu. Hanya pintu gerbang yang
memiliki celah di antara jerujinya hingga memungkinkan mereka melihat ke dalam. Sepanjang pagar ke kiri dan kanannya tak memiliki celah di antara jeruji
karena rapat tertutup oleh tanaman pagar. Bangunan besar itu sebuah rumah kuno
dengan pilar-pilar tinggi, menyangga plafon yang tinggi. Pintu utamanya besar
dengan dua daun pintu berikut jendela-jendela yang juga besar di kiri dan
kanannya. Di bagian samping rumah yang posisinya lebih masuk ke dalam juga
terdapat pintu dan jendela.
Baca juga
- 150 Kisah Ali ibn Abi Thalib by Ahmad 'Abdul 'AlAl-Thahthawi
- 150 Kisah Umar Ibn Al-Khaththab by Ahmad 'Abdul 'AlAl-Thahthawi
- 150 Kisah Ustman Ibn Affan by Ahmad 'Abdul 'AlAl-Thahthawi
Mereka sendiri bukan warga daerah yang merupakan pemukiman elite itu;
mereka tinggal di pemukiman berseberangan, yang merupakan pemukiman baru berasal dari
tanah kosong bekas kebun yang tak lagi diolah. Jadi keduanya kontras. Yang satu
pemukiman kuno tapi elit, yang lainnya pemukiman baru tapi sederhana. Jalanan
di situ sepi hingga dianggap ideal bila dijadikan lapangan sementara. Bila
sesekali ada mobil melintas mereka bisa segera menepi. Bukan hanya idealnya saja
yang membuat mereka senang bermain di situ, tapi juga karena sampai saat itu
belum ada yang melarang. Mereka baru mencari tempat lain jika nanti sudah ada
pelarangan bermain di kawasan tersebut.
Detail Buku:
Penulis : V. Lestari
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978 - 979 - 22 - 9147 - 6
Tebal : 672 hlm
ISBN : 978 - 979 - 22 - 9147 - 6
Tebal : 672 hlm
Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam
novel “ Warisan Masa Silam “, karya terbaru V. Lestari. Untuk mendownload novel “
Warisa Masa Silam “ karya V. Lestari silahkan klik di sini.
Terima kasih telah membaca
“ Warisan Masa Silam “, untuk ebook,
buku, novel dan karya menarik yang lainnya, silahkan kunjungi di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar