Senin, 03 September 2018

Surat kepada Kanjeng Nabi by Emha Ainun Nadjib

Surat kepada Kanjeng Nabi by Emha Ainun Nadjib
Tak Pernah Mati Muhammad senantiasa hadir kembali. Muhammad senantiasa lahir dan lahir kembali: memunculkan “diri”-nya dalam setiap konteks pemikiran, manifestasi peradaban dan kebudayaan, serta dalam setiap produk dan ungkapan kemajuan. Muhammad tidak pernah mati, kecuali darah daging dan tulang belulangnya telah manunggal dengan tanah. Badan Muhammad telah  ber-tauhid dengan hakikatnya, yakni tanah itu. Muhammad yang hidup sekarang bukan lagi jasmani itu, karena telah ditransformasikan ke dalam wujud-wujud yang lebih lembut dan hakiki. Setiap transformasi selalu berlangsung dengan pengurangan, penambahan, perubahan, dan pergeseran. Darah daging Muhammad tidak terbawa sampai kepada kita sekarang, apalagi ke Negeri Allah yang hakiki kelak. Muhammad yang abadi, yang mengabadi, atau yang menjadi keabadian, dan hari-hari ini melintasi kehidupan kita terbuat dari segala yang dilakukannya semasa jasmaninya hidup. Wajah Muhammad kini terdiri dari seluruh nilai perilakunya dulu. Cahaya wajah itu terbuat dari sujud-sujud sembahyangnya. Badannya terbikin dari amal bajik selama terlibat menghancurkan kebudayaan Jahiliyah. Kaki dan tangannya dirakit dari pahala dan jasa sosial yang kelak menolongnya memperoleh tempat paling khusus di Surga Jannatunna‘im.

Baca juga


Demikian juga kita kelak. Daging kita akan rapuh, kulit mengeriput, rambut memutih, dan seluruh badan kita akan musnah menjadi debu material yang hina. “Badan” dan identitas kita selanjutnya dibentuk oleh sistem assembling dari pilihan-pilihan kelakuan kita, dari kepribadian dan sikap sosial kita, dari barang-barang yang kita amalkan atau kita korup, dari segala sesuatu yang kita Islamkan atau kita curi. Teologi Islam telah memandu kita bagaimana memilih assembling diri masa depan yang terbaik dan termulia. Filosofi Islam membimbing kita untuk merancang jenis kemakhlukan macam apa kita akan men jadi kelak. Dan kosmologi Islam memberi pilihan kepada kita, apakah kita akan merekayasa diri menjadi benda setingkat debu, menjadi energi yang gentayangan jadi hantu dan klenik, atau menjadi api dan kayu bakar penyiksa diri sendiri, atau alhamdulillah kita lulus menempuh transformasi dari materi ke energi ke cahaya. Jika kita menjadi cahaya karena bersih dari tindak korupsi ekonomi, penindasan politik, kecurangan sosial, penyelewengan hokum serta maksiat kebudayaan maka insya Allah itulah yang bernama tauhid. Menyatu dengan Allah: Allâh nûrussamâwâti walardh. Allah itu cahaya langit dan bumi. Bukan Allah mencahayai atau menyinari langit dan bumi.
  

Detail Buku:

Judul         : Surat Kepada KanjengNabi
Penulis      : Emha Ainun Nadjib
Penerbit     : PT Mizan Pustaka
ISBN         :
978-979-433-888-9
Tebal         : -

Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam novel “ Surat Kepada Kanjeng Nabi “, karya terbaru Emha Ainun Nadjib. Untuk mendownload novel  “  Surat Kepada Kanjeng Nabi “ karya Emha Ainun Nadjib silahkan klik di sini.

Terima kasih telah membaca “  Surat Kepada Kanjeng Nabi “, untuk ebook, buku, novel dan karya menarik yang lainnya, silahkan kunjungi di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar