Rumah adalah di Mana Pun by Ken Ariestyani

Rumah adalah di Mana Pun by Ken Ariestyani

Selalu ada keraguan tiap kali mau melangkahkan kaki keluar rumah untuk pergi berhari-hari. Pergi untuk naik gunung, misalnya. Ada sebuah keraguan di hati: untuk apa aku melangkah kali ini? Aku baru saja menyudahi hubunganku dengannya, beberapa hari setelah ulang tahun pertama kita. Apakah perjalanan ini hanya sebuah pelarian? Atau pencerahan batin yang suntuk? Atau mungkin mana aku harus mulai membersihkan sisa-sisa kenanganku bersamanya? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanku sendiri pun, aku masih ragu. Seorang teman pernah berkata, "Ketika hatimu patah, bawalah kakimu untuk melangkah.” Sepatah itukah hatiku sampai-sampai harus melangkahkan kaki ke gunung? Rumit memang. Namun sudahlah, nikmati saja perjalanannya. Pukul 8 malam, aku tiba di Kampung Rambutan. Sudah banyak pendaki yang melintas dengan carrier besar di punggungnya, namun tak juga ku temukan teman-teman seperjalananku.
Sepertinya aku yang pertama tiba. Segera kuhubungi Rangga dan menanyakan posisinya. Rangga adalah sosok lelaki muda yang tegas, dengan postur tubuh kurus dan berkulit sawo matang. Rambutnya panjang dan selalu dikuncir. Bukan berarti statusnya mahasiswa gadungan atau pengangguran, ia bekerja pada institusi yang memang tidak mengutamakan penampilan. Tak perlu menunggu lama, ia datang beberapa menit setelah aku duduk di sebuah warung. Kami menunaikan makan malam sambil menunggu yang lainnya. Kemudian Rama dan Dinda datang. Mereka berdua adalah sepasang travelmate yang selalu ribut dan bertengkar di tiap perjalanan, namun keduanya tak pernah bisa dipisahkan. Sekalinya terpisah, salah satu dari mereka akan merasa ada sesuatu yang kurang. Rama perawakannya gemuk dan memiliki hobi memasak, sementara Dinda kurus dan susah makan.

Baca juga


Cocok sekali, bukan? Sesaat setelah semangkuk soto ayam dan segelas es jeruk di hadapanku habis, terlihat sosok Nadia di kejauhan yang berjalan semangat menghampiri kami. Ia terlihat manis dengan carrier di punggungnya yang berwarna hijau stabilo. Tak lama Bowo hadir dengan carrier super besarnya. Setelah berbasa-basi dan membahas sedikit tentang gunung yang akan kami daki, akhirnya kami berenam segera mencari bus menuju kawasan Cibodas. Perjalanan dari Kampung Rambutan menuju Cibodas ditempuh dalam waktu 3 jam. Selama di bus, kami tertidur untuk memulihkan sisa-sisa energi sepulang bekerja seharian tadi. Pikiranku mengawang-awang kepada ia, yang setahun terakhir menemaniku di tiap perjalanan. Kami sudah menghabiskan banyak waktu di tiap tempat dan kota-kota yang kami kunjungi.

Detail Buku:

Judul         : Rumah Adalah Di ManaPun
Penulis      : 19 Pejalan Perempuan
Penerbit     : PT. Grasindo,
ISBN         :
 978-602-251-464-0
Tebal         :
-

Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam novel “ Rumah Adalah Di Mana Pun “, karya terbaru 19 Pejalan Perempuan. Untuk mendownload novel  “  Rumah Adalah Di Mana Pun “ karya 19 Pejalan Perempuan silahkan klik di sini.

Terima kasih telah membaca “  Rumah Adalah Di Mana Pun “, untuk ebook, buku, novel dan karya menarik yang lainnya, silahkan kunjungi di sini.

Posting Komentar

0 Komentar