Sinopsis :
Kicau burung membangunkanku. Suaranya agak berisik. Membuatku terjaga.
Sinar matahari pagi menerobos masuk lewat celah-celah papan. Sinar itu seperti
pisau tipis menusuk dinding kamar. Cahayanya membuat mata silau. Kugerakkan
tubuh yang terasa penat. Kupandang dinding putih, penuh jaring laba-laba. Kamar
ini terasa begitu sempit. Seakan tubuhku sangat lebar. Layaknya tubuh wanita tambun.
Ah tidak. Ini hanya perasaanku saja. Tubuhku masih ramping dengan berat 47
kilogram. Duh Tuhan, apa yang terjadi padaku? Dinding rumah memperlihatkan
wajahnya. Semalam juga, bayangnya kembali menyapa. Menemaniku dalam mimpi. Di
manakah dia? Atau dia telah pergi untuk selamanya? Ah.... Tidak! Aku tidak
boleh berpikiran yang aneh-aneh. Memikirkan hal buruk bagian dari dosa. Kata
Emak, berpikirlah positif agar tubuh sehat dan jauh dari segala penyakit. Aku
berharap, semua bisa mengalir. Hidup harus mengalir.
Baca juga
- Of Mice and Men by John Steinbeck
- And The Mountains Echoed by Khaled Hosseini
- Gajah Mada: Hamukti Moksa by Langit Kresna Hariadi
Seperti air Sungai Alas yang mengalir jernih. Meliuk di kaki gunung.
Melewati hutan perawan. Memberikan sumber air untuk kehidupan. Aku membuang
penat, bergegas menuju teras. Kutatap sungai terpanjang di provinsi ini.
Mengalir pelan persis di depan rumah. Sesekali kicau burung Nuri menimpali.
Beterbangan rendah hampir menyentuh air, lalu terbang kencang mendongak ke
angkasa. Burung itu bermain bebas, bersama enam burung lainnya. Sesekali
terbang mengikuti aliran sungai ke hilir. Lalu berputar lagi kembali ke depan
rumahku. Seakan memamerkan segudang
kebahagiaan. Mengejekku yang murung di sudut teras rumah.
Pagi ini, satu hal yang kuharap. Bayangmu terlihat di aliran sungai itu.
Melempar senyum pagi hari. Memberikan semangat hari ini. Ah, seharusnya aku tak
membayangkan wajah itu. Dia belum jadi mahramku, belum halal untukku. Duh
Allah, mengapa pikiran ini begitu kalut? Kutarik napas dalam-dalam. Agar dada
terasa lebih lega. Agar rindu itu tak menganggu. Menjadi beban di dada. Menjadi
duka menganga. Matahari mulai beranjak, menggugurkan embun dari pucuk
daun-daun. Sudah berjam-jam kupandangi air sungai ini. Tak ada senyummu di
sana.
Detail Buku:
Judul : Cinta Kala Perang
Penulis : Masriadi Sambo
Penulis : Masriadi Sambo
Penerbit : PT Elex Media Komputindo,
ISBN : 978-602-02-3185-3
Tebal : -
ISBN : 978-602-02-3185-3
Tebal : -
Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam novel “ Cinta Kala Perang
“, karya terbaru Masriadi Sambo. Untuk mendownload novel “ Cinta Kala Perang “ karya Masriadi
Sambo silahkan klik di sini.
Terima kasih telah membaca “ Cinta Kala Perang “, untuk ebook, buku,
novel dan karya menarik yang lainnya, silahkan kunjungi di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar