“Ibu akan membahas tentang citacita. Kalau Ibu boleh tahu, apa sih
citacita kalian jika sudah besar nanti?” Seperti biasa, Bu Guru Tania selalu
mengajar dengan ramah. Senyum selalu tersungging di bibirnya. Tidak ada satu
pun murid di kelas yang menjawab. Mereka malah berdiskusi pelan dengan teman
sebangkunya. Malah ada yang memilih diam seperti fotofoto pahlawan di kanan
kiri atas dinding ruang kelas. Seperti halnya Vano. Anak berwajah oriental
serta berambut jabrik itu diam. Bukan diam tanpa arti, tapi ia sedang fokus
berpikir. Memikirkan apa yang akan ia jawab nanti. Apa yang sebenarnya ia
citacitakan. “Siapa yang ingin jadi polisi?” Bu Guru Tania berusaha memancing
mereka. Karena sedari pertanyaan Bu Guru Tania terlontar tadi, tidak ada satu
pun yang bersuara. “Saya, Bu!” teriak Riko dan Cepi serempak sembari mengangkat tangannya,
menunjuk langitlangit. “Saya juga, Bu!” susul Agus, Fiko, dan Rean ikutikutan. “Bagus.
Terus, siapa yang ingin jadi dokter?” pancing Bu Guru Tania lagi. “Saya, Bu!”
Giliran Siska, Bimo, David, dan Rahma yang mengangkat tangannya serempak. “Saya
juga deh, Bu,” kata Maria terlambat. “Saya kok ingin jadi dokter juga ya, Bu?”
Rean menambahkan. Rupanya ia sedang kebingungan dengan citacitanya.
Baca juga
Memang mencoret bangku dan tembok dilarang. Siapa pun akan didenda jika
ketahuan melakukan hal merusak itu. Semua mata murid sekelas menatap Vano yang
masih menunduk. Perlahan ia menurunkan tangan, masihmenunduk, tak berani
mengangkat wajahnya. Betapa gugupnya ia saat itu “Bagus. Hanya Vano saja? Yang
lain?” Wajah Bu Guru Tania kembali berseri Wajah murid-murid tersebut kembali
ke arah depan. Namun kembali hening. Beberapa murid pun menggeleng. “Kenapa
pengen jadi guru, Vano?” Vano diam. Semua mata teman-teman kembali
memandangnya, menunggu setiap kata yang keluar dari bibirnya.Merasa
diperhatikan seperti itu, Vano jadi semakin gugup untuk menjawab. Pelan, ia
angkat kepalanya dan menatap foto Ki Hajar Dewantara di pojok kiri atas. Foto
tersebut seperti tersenyum padanya. Vano pun membalasnya. Karena ingin ikut mencerdaskan bangsa, Bu,”
jawabnya penuh kemantapan. Sengaja ia mengutip kalimat dari pembukaan
Undang-Undang Dasar.“Bagus sekali, Vano. Perjuangkan cita-cita mulia tersebut.
Detail Buku:
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
ISBN : 978-602-02-5056-4
Tebal : -
ISBN : 978-602-02-5056-4
Tebal : -
Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam novel “ Mendayung Impian “,
karya terbaru Mohammad Abdurrohman. Untuk mendownload novel “
Mendayung Impian “ karya Mohammad Abdurrohman silahkan klik di sini.
Terima kasih telah membaca “
Mendayung Impian “, untuk ebook, buku, novel dan karya menarik yang
lainnya, silahkan kunjungi di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar