Sinopsis :
Semoga kau terbakar di dalam rumah ini!” Perempuan itu menggelimpang.
Pipi menempel di tanah, rambutnya awut-awutan ke segala arah. Kain di sekujur tubuh
diseraki lumpur kering. Lambungnya berhari-hari tak berisi, sekalipun oleh
gandum basi. Tenggorokan kering, jauh dari air. Matanya redup hampir memejam,
bibirnya gemetaran, “Semoga engkau pernah terbakar di dalam rumah ini!” Sedikit
meninggi suaranya, “Semoga kau terbakar terang di dalam rumah ini!”
“Diam kau, Perempuan!” Kaki-kaki mengentak-entak tanah. Suara laki-laki
kalap, suami perempuan itu, “Diamlah atau Ahuramazda akan menyiksamu!” “Semoga
engkau berkembang dalam rumah ini.” Suara perempuan itu kian melantang. Pecah,
tetapi terdengar mengguncangkan. “Dalam waktu yang lama sampai datangnya
pemulihan dunia!” “Makanlah dan berhentilah menistakan ayat-ayat Zardusht!” Lelaki
itu hanya berteriak-teriak. Tepat setelah dia melemparkan panci berisi
buah-buahan kedaluwarsa ke depan wajah istrinya, dia hendak buru-buru
meninggalkannya begitu saja.
Membiarkan perempuan itu menggeletak di lantai gudang, sedangkan dia
kembali pada kesehariannya. Istri sang lelaki sedang tidak suci. Darah
menstruasi itu kotor, tidak suci. Tidak boleh ada makanan, apalagi
minuman.Hanya ketika napas perempuan itu merapat pada kematian, boleh dia
menelan beberapa teguk air dan sedikit makanan. Bagi sang suami, mendekatinya pun
berdosa. Jangan coba-coba. Itu bertentangan dengan ajaran agama. Seorang wanita
akan mandi di Danau Kasava. Dia akan melahirkan nabi yang dijanjikan,
Astvat-ereta.” “Apa kau ingin direbus di neraka, hai, Perempuan?” sang suami
berusaha menghentikan teriakan istrinya yang semakin meruncing. Kumis yang
melintangi daerah di antara bibir dan hidungnya bergerak-gerak, mengikuti
kegelisahan pemiliknya. “Nabi itu akan melindungi iman Zarathustra, menumpas iblis,
meruntuhkan berhala, membersihkan pengikut Zardusht dari kesalahan mereka.” Sang
lelaki terdiam. Inginnya menghunjami istrinya dengan tamparan, tendangan, dan
lebih banyak lagi caci maki.
Baca juga
- Negeri 5 Menara by Ahmad Fuadi
- Negeri Para Bedebah by Tere Liye
- Nyanyian Ilalang by Andi Tenri Ayumayasari
Namun, dia berhenti. Kakinya, mulutnya, berhenti. Tak bersuara apa-apa
lagi. Astvat-ereta! Siapa Astvat-ereta? Danau Zhaling, kaki Gunung Anyemaqen,
Tibet. Menghijau padang rumput yang menghadirkan kesegaran hanya dengan menatapnya.
Sepagi itu, kawanan yak mengikuti naluri mamah biak mereka yang sedang bagus,
mengunyah tetumbuhan persis di pinggir danau. Angin menjelajah, membunyikan
lonceng-lonceng kecil di tenda yang tegak oleh
tambang-tambang kencang dengan pasak-pasak kokoh meng hunjam tanah. Di
permukaan danau, angin itu meninggalkan jejak-jejak yang menggelombang. Riak
bening pada cermin cair.
“Sudah kau urus bongkahan pupuk hewan itu?” Perempuan berwajah keras itu
melapisi tubuhnya dengan pakaian rangkap. Baju lengan panjang tanpa kerah,
berkancing di samping dan celana bertabur hiasan, dengan “pipa” mengerut mendekati
mata kaki. Dia melangkah sigap dengan dua tong kayu berisi air membebani dua
lengannya.
Detail Buku:
Judul : MUHAMMAD: Lelaki Penggenggam Hujan
Penulis : Tasaro G.K.
Penulis : Tasaro G.K.
Penerbit : PT Bentang Pustaka
ISBN : 978-602-291-050-3
Tebal : 650 hlm
ISBN : 978-602-291-050-3
Tebal : 650 hlm
Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam novel “ MUHAMMAD: Lelaki
Penggenggam Hujan “, karya terbaru Tasaro G.K. Untuk mendownload novel “ MUHAMMAD: Lelaki Penggenggam Hujan “ karya Tasaro G.K. silahkan klik di sini.
Terima kasih telah membaca “
MUHAMMAD: Lelaki Penggenggam Hujan “, untuk ebook, buku, novel dan karya
menarik yang lainnya, silahkan kunjungi di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar