Suasana kamar Rhea kembali tenang. Ogah-ogahan, Rhea melirik jam beker
yang telah mengganggu tidurnya itu. Baru jam 05.45 Rhea melempar selimut yang
melilit kakinya. Ia duduk di tempat tidur masih dengan mata setengah terpejam.
Tangan kirinya menggaruk-garuk kepala, membuat rambut panjangnya yang kusut
bertambah kusut. Rhea menatap sekeliling kamar, lalu menguap lebar. Setelah
energinya mulai terkumpul, ia bangkit menuju cermin yang tergantung di samping
pintu kamarnya, kemudian menatap wajahnya. Entah apa yang dilihatnya, namun setelah
beberapa saat lagi-lag ia menguap. Setengah enggan Rhea melangkah gontai,
seakan terdapat beban dua ton yang terikat di kedua kakinya yang membuat
langkahnya terasa berat. Perlahan ia beranjak menuju kamar mandi. Ia berhenti
sejenak di lemari kecil yang ada di samping kamar mandi dan menyambar handuk
yang masih terlipat rapi diatas lemari itu, kemudian menyampirkannya di bahu.
Diayunkannya langkah memasuki kamar mandi mungil bernuansa biru laut yang
terletak di dalam kamarnya, lalu menutup pintunya. Jam 06.15 Rhea sudah siap.
Rambutnya yang panjang sudah tersisir rapi. Jepitan berbentuk burung menempel di rambutnya, di dekat telinga
kanannya. Ia cuma memakai badak tipis, lipglos, plus cologne bayi. Rhea menuruni
anak tangga menuju ruang makan. Tas ransel warna pink bergambar babi kecil yang
selalu setia setia menemaninya ke sekolah diletakannya di meja telepon yang
berada nggak jauh dari ruang makan Papa, Mama, dan Mbak Reva sudah duduk
mengelilingi meja makan. Papa lagi serius baca Koran sampai-sampai mukanya
nggak kelihatan karena tertutup koran.
Baca juga
Dengan senang hati disambutnya roti tawar itu dari tangan sang mama, dan
dilahapnya tanpa ampun. Papa melipat koran yang sedari tadi bacanya lalu
menatap putrinya tajam. "Sudah berkali-kali Papa bilang, biasakan
mengerjakan tugas langsung sepulang sekolah." Rhea berhenti menggigit
rotinya lalu menjawab pelan, "Maaf, Pa. Lain kali nggak lagi deh." Papa
sudah mau bicara lagi, untung mama langsung menahan, "Sudah deh, Pa...
inikan masih pagi. Nggak perlu lah ngerusak suasana yang udah enak
begini..." Papa akhirnya memilih diam dan meneguk kopi susu yang sudah
disediakan mama. Rhea menarik nafas lega. Dia bersukur banget atas bantuan
mamanya barusan. Kalau nggak, entah berapa lama dia harus mendengarkan ceramah
dari Papa. Masalahnya, Papa itu kalau ceramah panjangnya kaya Jakarta-Perth
(hiperbola dikit lah!). Tapi bener deh, Papa itu paling cinta sama peraturan.
Makanya kalau ada yang melanggar aturan, apa lagi aturan Papa, jangan harap
lolos dari cengkramannya. Pokoknya siapin aja gendang telinga yang kuat dan
tulang punggung yang oke biar bisa
bertahan selama mendengarkan ceramah dari Papa. “Ma... Pa... Reva berangkat
dulu ya. Takut jalanan macet. Ini kan hari senin.
Detail Buku:
Penulis : Valleria Verawati
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : -
Tebal : -
ISBN : -
Tebal : -
Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam
novel “ Nggak Usah Jaim Deh! “, karya terbaru Valleria Verawati. Untuk mendownload novel “
Nggak Usah Jaim Deh! “ karya Valleria Verawati silahkan klik di sini.
Terima kasih telah membaca
“ Nggak Usah Jaim Deh! “, untuk ebook,
buku, novel dan karya menarik yang lainnya, silahkan kunjungi di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar