Sinopsis;
Untuk semua orang yang berasal dari negara tropis, bisa berada di
negara empat musim merupakan satu pengalaman hidup yang akan selalu memberikan
kejutan di setiap musimnya. Bisa merasakan pesona winter yang meskipun rasa
dingin menusuk tulang akibat udara yang mencapai minus, sebanding dengan
keindahan saat melihat butiran salju pertama nan putih dan bersih. Satu
pengalaman hidup yang tidak akan mudah untuk dilupakan. Musim semi pun datang
dengan menawarkan pesonanya sendiri, ia datang membawa puluhan bunga
warna-warni indah penyejuk mata. Keindahan tiada tara, penyejuk mata, sebelum
keindahan musim ini dijemput oleh musim panas. Satu musim yang dimulai di bulan
Juni, yang membuat hari menjadi lebih panjang. Musim yang mampu membuat takjub
mata tropis saat menyaksikan matahari masih saja enggan meninggalkan langit,
meskipun hari sudah pukul 10 malam. Musim yang akan berakhir di bulan
September, saat hari lambat laun berlalu lebih cepat. Matahari terbenam lebih
cepat dari hari biasa.
Daun-daun maple kemerahan berguguran. Satu musim yang
memanjakan mata dengan pesona kuning dan merah pepohonan. Musim gugur. Untuk
aku, Kelly, seorang gadis sederhana, bisa merasakan empat keajaiban di
masing-masing musim adalah buah dari segala usaha yang telah kulakukan.
Perjuangan yang akhirnya mengantarkan langkahku ke benua jauh. Perjuangan yang
bukan hasil keputusan dan usaha satu atau dua malam saja. Ini adalah perjuangan
panjang sejak sebelum lulus kuliah S-1, hingga menemukan muaranya. Aku diterima
di sebuah universitas di negara bagian Ohio, Amerika Serikat adalah rangkaian
kerja keras, perjuangan, doa Ibu, restu Bapak, dan dukungan semua yang ada di
sekelilingku. Masih kuingat jelas malam-malam terjaga, demi menyiapkan statement
of purpose, sebuah essay akademis, mempersiapkan nilai TOEFL dan GRE,
mengunjungi kantor AMINEF, British Council dengan bus kota hampir tiap hari
setelah pulang kuliah. Semua kulakukan guna mencari informasi tentang beasiswa
dan informasi sekolah di Amerika Serikat dan Inggris. Perasaan kecewa dan sedih
yang menyesakkan dada pun masih kuingat sampai sekarang, saat mendapatkan surat
penolakan dari Beasiswa Chevening, ADS, dan juga Fulbright. Tetapi, semua itu
tidak juga membuatku mundur. Tiap kali mendapatkan surat penolakan, tiap kali pula
mantra kuucapkan: “Perjuangan masih panjang. Tidak ada keberhasilan tanpa
perjuangan panjang, kerja keras, dan tetesan air mata. Maka, tiap penolakan
sama artinya dengan berusaha lagi, mencoba lagi, dengan lebih keras dan lebih
giat.”
Aku juga masih ingat benar, bagaimana aku harus beberapa kali berganti
bus kota yang penuh sesak, demi mendatangi kantor AMINEF yang saat itu masih
berlokasi di daerah Senen. Atau British Council di Sudirman, dari Depok tempat
tinggalku, atau dari Rawamangun tempat kos. Bus kota Jakarta yang penuh, sesak,
dan panas tidak pernah sedikit pun menggoyahkan niatku. Beberapa kali merasa
frustrasi, tetapi beberapa kali aku tahu, bahwa aku harus bangkit untuk
bersemangat lagi. Kita jatuh hanya untuk berlari lebih cepat dan melompat lebih
tinggi, itu nasihat Bapak yang kuingat hingga kini. Seperti per yang jika
ditekan, ia akan melontar lebih keras dan lebih tinggi. Aku juga tak pernah gentar menghadapi rintik, atau hujan yang turun
deras demi mencari informasi beasiswa. Bahkan panas Kota Jakarta yang terik dan
membakar kulit pun tidak pernah menjadi alasanku untuk berhenti mendatangi
pameran-pameran beasiswa.
Detail Buku:
Judul :
1826
Penulis : Nelly Martin
Penerbit :
Puspa Populer
ISBN : 978-602-2140-02-3
ISBN : 978-602-2140-02-3
Tebal :
264 hlm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar