Sabtu, 11 Agustus 2018

Matahari by Tere Liye

Matahari by Tere Liye

PUKUL satu siang Hujan turun deras di luar. Suara petir terdengar susul menyusul, angin kencang berkesiur. Udara terasa lembap dan dingin. Namun, itu tidak menyurutkan suasana. Aula sekolah yang seminggu terakhir menjadi tempat pertandingan basket riuh rendah oleh teriakan penonton. Suara tepuk tangan, seruan tertahan, dan sorakan semangat terdengar di sekelilingku. Bahkan Seli, yang biasanya kalem urusan begini, juga ikut berseru-seru, sambil tangannya tak berhenti memukulkan balon tepuk alat suporter yang terbuat dari balon panjang, seperti pentungan yang mengeluarkan suara berisik itu Aku menatap keramaian. Semua kursi di pinggir lapangan penuh sesak, lebih banyak yang berdiri. Tidak ada sudut aula yang kosong. Semua dipenuhi murid dari sekolah kami dan dari sekolah-sekolah lain. Menariknya, seruan penonton semakin kencang setiap kali Ali menyentuh bola. Ali? Iya, si biang kerok itu. Dia menjadi pusat perhatian di lapangan basket. Aku mengusap wajah, tetap belum terbiasa menatap Ali yang lincah berkelit mendribel bola di lapangan. Dia lihai melewati dua lawan seperti pemain profesional (penonton berteriak), juga dua lawan berikutnya lagi (teriakan semakin kencang), kemudian tanpa terkawal, penuh gaya Ali lompat menembak ke keranjang Gerakan tangannya begitu dramatis, bola melengkung. Masuk! Kupingku seperti pekak oleh teriakan histeris fans Ali ketika bola basket menembus keranjang. Satu-dua penonton meniup terompet kegirangan, menyambut poin tambahan dari Ali. Aku menelan ludah. Ini pemandangan yang musykil mungkin bisa masuk keajaiban dunia nomor delapan. Entah bagaimana caranya, si biang kerok, tukang cari ribut, yang pakaiannya selalu kusut, rambut berantakan, sering diusir guru dari kelas karena tidak mengerjakan PR, bertengkar, tidak punya teman (kecuali aku dan Seli), seminggu terakhir mendadak menjadi murid paling populer di sekolah. Semua orang meneriakkan namanya.

Baca juga



Ali, Ali, dan Ali! Lihatlah, di tengah lapangan, Ali sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi, tertawa lebar, membalas teriakan fansnya yang semakin gila berseru-seru termasuk Seli di sebelahku. Aku menyikut lengan Seli. ”Eh, kenapa, Ra?” Seli menoleh. Aku melotot, menahan kesal, sambil memperbaiki anak rambut di dahi. Salah satu balon tepuk yang dipegang Seli tidak sengaja mengenai kepalaku. ”Lihat-lihat dong, tidak usah berlebihanlah...” Seli tertawa melihat ekspresi wajahku. ”Maaf,” ujarnya singkat, kemudian dia melanjutkan memukul balon tepuk bersama yang lain. Tim basket sekolah kami semakin jauh meninggalkan lawan. Poin sementara 42-18, dengan Ali, lagi-lagi menjadi bintang pertandingan. Minggu-minggu ini, di pertengahan semester, setiap hari Sabtu dan Minggu, OSIS sekolah kami mengadakan kompetisi pertandingan basket antar-SMA seluruh kota. Kompetisi ini rutin diadakan setiap tahun, salah satu kompetisi prestisius dengan banyak sponsor dan liputan media. Hampir semua sekolah di kota kami berpartisipasi mengirimkan tim. Hari ini sudah masuk pertandingan semifinal dan final. Tim basket sekolah kami salah satu di antara empat tim terbaik setelah sepuluh tahun terakhir selalu tersingkir di babak penyisihan  Lagi-lagi, itu semua karena Ali Sebulan lalu, aku masih ingat sekali saat Ali bilang dia berhasil bergabung dengan tim basket. ”Tidak mungkin!” Aku mendesis tidak percaya. Kecuali kalau Ali disuruh jadi tukang pel lapangan, atau mencuci seragam tim, itu baru masuk akal.

Detail Buku:

Judul         : Matahari
Penulis      :
Tere Liye
Penerbit     : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN         : 978- 602 - 03 - 3211 - 6
Tebal         :
400 hlm

Itulah sekelumit sinospis yang diangkat dalam novel “ Matahari “, karya terbaru Tere Liye. Untuk mendownload novel  “  Matahari “ karya Tere Liye silahkan klik di sini.

Terima kasih telah membaca “  Matahari “, untuk ebook, buku, novel dan karya menarik yang lainnya, silahkan kunjungi di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar